oleh : Dwi Ikhwatun Nissa
A.
JUDUL
PERAN PERUBAHAN ZAMAN TERHADAP PERKEMBANGAN KULTUR BUDAYA NGAROT
MELALUI MODERENISASI
B.
ABSTRAK
Perkembangan
zaman yang pesat memungkinkan manusia untuk berbuat sedemikian rupa dalam hal
apapun yang dikhendeki, budaya pun dipengaruhi oleh perkembangan zaman melalui
moderenisasi. di jurnal ini akan dibahas tentang pengertian perubahan zaman,
sejarah budaya ngarot, pengertian budaya dan pengaruh perkembangan zaman
terhadap kultur budaya ngarot.
C. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Indonesia merupakan
kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya.Tidak sedikit dari kebudayaan
tersebut yang sudah dilupakan oleh masyarakatnya. Namun, masih ada pula
kebudayaan yang masih dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat secara turun
temurun dari generasi ke generasi. Salah satunya adalah budaya ngarot di indramayu merupakan tradisi
turun temurun yang dilaksanakan di desa lelea- indramayu, namun sejak beberapa
tahun terakhir ada beberapa penambahan acara dalam tradisi ngarot seperti
diadakannya pementasan band dan kekeliruan makna dari adanya arak-arakkan gadis
perawan dan pemuda desa. Untuk itu penulis ingin mengkaji seberapa besar
pengaruh moderenisasi terhadap budaya ngarot di wilayah indramayu.
2. Rumusan
Masalah
Moderenisasai
erat kaitannya dengan kehidupan manusia dan budaya, perubahan zaman sedikit
demi sedikit dapat mengubah kesakralan dari suatu adat sperti budaya ngarot
yang dipertanyakan makna sesungguhnya, mengapa bunga yang diatas kepala gadis
perawan diganti dengan bunga pelastik, mengapa ada penambahan acara pementasan
band di dalam tradisi, apakah semuanya dipengaruhi oleh moderenisasi?. di
jurnal akan dikaji semuanya.
D. BAHAN
DAN METODE
Ngarot merupakan upacara adat sekaligus ajang mencari jodoh bagi
masyarakat Lelea, Indramayu. Upacara ini selalu digelar pada bulan Desember.
Setiap upacara digelar, para gadis dan pemuda berpakaian unik. Lalu berpawai
mengelilingi desa. Akan tetapi, jangan coba-coba kaum janda /duda, gadis tak
perawan atau pemuda tak perjaka ikut Ngarot. Konon ia bisa kena tulah, berupa aib yang memalukan.
Benarkah? Bukan kah pawai mengelilingi desa sebagai bentuk dari persiapan para
pemuda yang menandakan bahwa ia sudah baligh dan akan melanjutkan pekerjaan
orang tuanya untuk bekerja di sawah dan di kebun sambil membawa cangkul, lalu
bagaimana makna untuk saling mencari jodoh itu mencuat? Apa karena pengaruh
zaman.
E.
HASIL
Berdasarkan hasil
analisis dapat diperoleh bahwa masyarakat desa lelea yang berusia sekitar 25
tahun ke atas mengetahui makna yang sesungguhnya dari diadakannya pawai pemuda
dan pemudi desa lelea yang keliling desa dan membenarkan bahwa jika bunga yang
diatas kepala perempuan layu, maka itu bertanda bahwa perempuan itu tidak
perawan lagi.
Sedangkan bagi usia di
bawah 25 tahun tidak mengetahui arti yang sebenarnya dari acara pawai pemuda-
pemudi mereka menganggap bahwa itu adalah ajang pencarian jodoh, dari hasil itu
menandakan bahwa pergeseran makna dalam budaya ngarot sudah mulai bergeser,
anak muda sebagai pewaris adat tentunya harus diberi pengarahan tentang tujuan
ngarot yang sebenarnya supaya tidak ada perselisihan makna antara kaum muda
dengan kaum tua.
F. PEMBAHASAN
a.
Peranan
Moderenisasi Terhadap Budaya ngarot
Perkembanga
zaman yang semakin membawa kita pada perubahan yang mengarah modern tentu mempunyai
dampak positif maupun negatif, tak heran jika pada setiap sekolah khususnya
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Bahasa Indramayu di muat dalam muatan lokal.
Tujuannya adalah untuk mempelajari bahasa indramayu (bahasa krama) dan juga
untuk mengenalkan budaya-budaya yang ada di indramayu.
Ngarot sendiri mulai mengalami perubahan, semula saat pawai di acara ngarot
para perempuan menggunakan bunga sungguhan, tapi sekarang menggunakan bunnga
plastik, karena akibat dari maraknya pergaulan bebas sehingga para perempuan
tidak jarang yang sudaah melepas perawan di usianya yang remaja, hubungannya
dengan bunga pada ngarot yaitu jika perempuan yang sudaah tidak perawan lagi
maka bunga yang ada di atas kepalanya akan layu dan jika itu terjaadi maka para
remajaperempuan akan malu dan mencoreng nama baik keluaraga, karena itu bunga
yang ada di atas kepala diganti dengan bunga plastik supaya tidak layu.
Hanya ada upacara adat dan tari topeng tetapi sekarang? Sekarang ini,
muda-mudi yang menyukai band juga di ikutsertakan di dalam ngarot, pasalnya
hampir sebagian besar muda-mudi indramayu menyukai band, sehingga ketika
pertunjukan tari topeng di gelar berbarengan dengan pertunjukan band, hanya
beberapa anak muda yang melihat tari topeng sebagian yang lainnya adalah orang
tua dan anak kecil, ini membuktikan bahwa semakin melunturnya rasa cinta
terhadap budaya daerah yang seharusnya kita jaga dan lestarikan.
b. Ngarot
Salah Satu Simbol Budaya Indramayu
Indramayu memiliki
beberapa budaya yang khas, yang tidak di miliki oleh daerah lain salah satunya
adalah “NGAROT”. Budaya ini yang harus di jaga dan di lestarikan, sehingga
budaya ini akan tetap ada sampai nanti. Ngarot adalah salah satu budaya yang
ada di indramayu yang sampai sekarang masih ada dan melekat pada masyarakat
yang ada di dalamnya. Ngarot ini terdapat pada masyarakat di kecamatan Lelea
kabupaten Indramayu. Pada awalnya ngarot ini merupakan suatu pesta adat sebagai
bentuk rasa syukur atas panen padi yang di peroleh, tetapi seiring perkembangan
zaman pada saat ini, ngarot bukan saja merupakan bentuk rasa syukur atas
berhasilnya panen padi pada masyarakat indramayu tetapi juga sebagai hiburan.
Hiburan di sini tidak lepas dari bentuk kebudayaan yang ada. Biasanya ngarot di
adakan pada bulan desember, tepat dengan panen padi masyarakat setempat. Hal
yang paling menarik pada kebudayaan ngarot ini adalah pada upacara adatnya,
dimana para gadis-gadis yang masih perawan dan perjaka-perjaka di kumpulkan,
kemudian di arak keliling desa dengan kostum yang telah di tentukan. Biasanya
para gadis-gadis perawan ini mengenakan kebaya
yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala
dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi kampung. Sementara
para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan celana gombrang warna
hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan belakang. Konon katanya
apabila gadis yang sudah tidak perawan atau janda yang memaksakan untuk ikut upacara
ngarot (keliling desa) maka bunga melati yang ada di kepalanya itu akan cepat
layu dan akan mendapat malapetaka, dan sampai sekarang mitos tersebut masih di
percayai masyarakat setempat. Percaya atau tidak itu tergantung penafsiran
masing-masing, tapi masyarakat setempat masih mempercayai hal tersebut.
Di dalam
adat ngarot bukan hanya ada upacara adat, tetapi ada pertunjukan-pertunjukan
yang sangat menarik, salah satunya adalah tari topeng. Tari topeng ini juga
merupakan budaya yang harus di lestarikan, karena semakin mengacu pada
modernisasi terkadang melupakan kebudayaannya sendiri. Seperti contohnya
musik-musik band yang banyak di sukai oleh muda-mudi di indramayu, sehingga
cenderung melupakan kesenian yang ada di daerahnya, misalnya saja tarlingan.
Tarlingan adalah salah satu bentuk hiburan yang ada di daerah indramayu,
biasaya tarlingan/tarling ini dapat di jumpai pada acara-acara pernikahan,
khitanan atau bisa juga pada acara-acara tertentu
c. Sejarah
Budaya Ngarot
Pada mulanya, upacara Ngarot
dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena,
tahun 1686. Awalnya, upacara tersebut bukan diperuntukkan sebagai "pesta
mencari jodoh" seperti yang terjadi sekarang. Ngarot yang menurut bahasa
Sunda berarti minum, merupakan arena pesta minum-minum dan makan-makan di
kantor desa sebelum para petani mengawali menggarap sawah. Tradisi itu
dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil bercocok tanam
dan sebagai penyemangat para petani untuk mengawali menggarap sawah. Serta
sebagai pembelajaran regenerasi petani.
Kuwu Canggara Wirena sengaja
mengadakan pesta Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepada tetua kampung
bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100
m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang
baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar
bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi
konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.
Dulu, upacara Ngarot bukanlah
sarana mencari jodoh, melainkan arena pembelajaran bagi para pemuda agar pintar
dalam ilmu pertanian. Akan tetapi perkembangannya, upacara Ngarot berkembang
menjadi ajang mencari jodoh atau pasangan hidup.Dihin dari Janda-Duda Sejak
dulu, upacara yang hanya boleh diikuti para perjaka dan perawan. Upacara
dimulai jam 8.30 dengan berkumpulnya para muda-mudi berpakaian warna warni di
halaman rumah Kuwu. Mereka dengan wajah penuh keceriaan berduyun-duyun menuju
halaman rumah Pak Kuwu. Pakaian mereka indah-indah, dilengkapi aksesoris
gemerlap, seperti kalung, gelang, giwang, bros, peniti emas, dan hiasan rambut.
Untuk memikat hati para jejaki, para gadis selalu mengenakan kacamata dan
kepalanya penuh ditaburi bunga warna-warni seperti kenanga, melati, mawar dan
kantil.
Upacara Ngarot ditandai dengan
pawai arak-arakan sejumlah gadis dan perjaka desa. Para gadis berbusana kebaya
yang didominasi warna merah, berkain batik, berselendang, dan rambut kepala
dihias rangkaian bunga. Mereka lantas berjalan mengelilingi kampung. Sementara
para jejaka tingting mengenakan baju pangsi warna kuning dan celana gombrang
warna hitam, lengkap dengan ikat kepala, mengikuti di barisan belakang.
Seusai pesta pawai, semua peserta
Ngarot masuk aula balai desa. Sambil duduk berhadap-hadapan dan ditonton orang
banyak, mereka dihibur dengan seni tradisional tari Ronggeng Ketuk yang
dimainkan penari wanita degan pasangan pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk
dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para jejaka dan gadis saling bepandang-pandangan,
untuk selanjutnya saling jatuh cinta.
Ketika para jejaka dan perawan
bergembira ria, tidak halnya dengan kaum janda, duda dan remaja yang kehilangan
keperawanan dan keperjakaannya. Pesta Ngarot merupakan upacara yang paling
dihindari. Sebab bila mereka coba-coba menjadi peserta, bukan hanya aib yang
bakal diterima, tapi juga malapetaka. Konon, jika seorang gadis tak perawan
nekat mengikuti pawai arak-arakan Ngarot, maka bunga melati yang terselip di
rambutnya, dengan sendirinya akan layu. Bila hal itu terjadi, maka si gadis
akan mendapat aib karena sudah kehilangan kehormatan diri.
d. Pelaksanaan Acara Adat Ngarot di Desa Lelea
Adat Ngarot adalah upacara tradisional masyarakat yang dikenal hanya dari
desa Lelea yang dilakukan pada saat tibanya musim menggarap sawah, yaitu
menjelang musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Desember. Adapun harinya
telah ditetapkan yaitu hari Rabu yang dipercayai oleh masyarakat bahwa hari
Rabu mempunyai sifat bumi yang cocok untuk mengawali musim tanam.
Upacara adat Ngarot juga tidak hanya di desa Lelea tetapi juga ada di desa
tetangganya seperti di desa Tamansari, desa Tunggulpayung dan desa Jambak.
e. Makna yang
Terkandung dalam Acara Ngarot
Upacara adat ngarot ini dimulai pada pagi hari pukul 8.30 WIB, setelah para
peserta berkumpul di halaman rumah Kepala Desa Lalea. Berbagai peserta dan
perangkat kegiatan, seperti muda mudi, kepala desa, pamong desa, wakil lembaga
desa, seniman dan para wisatawan turut hadir untuk memeriahkan kegiatan
tersebut.
Setiap peserta yang mengikuti
upacara adat ngarot, diwajibkan untuk menggenakan pakaian khas yang menjadi
simbol dari masyarakat agraris. Remaja putri mengenakan busana kebaya
berselendang yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti kalung, gelang,
cincin, dan hiasan rambut yang terdiri dari rangkaian bunga-bunga seperti bunga
kenanga, melati, dan kertas. Sedangkan remaja putra mengenakan busana baju
komboran dan celana komboran atau longgar berwarna hitam yang dilengkapi dengan
ikat kepala.
Simbol pada
pakaian kebaya dan komboran yang dikenakan oleh para peserta tersebut,
memberikan pesan agar masyarakat harus tetap menjaga dan melestarikan pakaian
adat petani. Sementara selendang yang digunakan oleh remaja putri, mengandung
pesan bahwa mereka harus selalu menjaga penampilan fisik agar terlihat cantik
dan menarik. Selain itu, aksesoris yang digunakan pun mempunyai makna tertentu.
Pada bunga kenanga misalnya, pesan yang terkandung didalamnya adalah agar
remaja putri tetap menjaga keperawanannya, bunga melati mengandung pesan agar
remaja putri menjaga kebersihan diri dan kesuciannya, bunga kertas mengandung
pesan bahwa remaja putri harus tetap menjaga kecantikannya sebagai kembang
desa. Sedangkan simbol pada aksesoris kalung, gelang, dan cincin mengandung
pesan bahwa petani harus bekerja dengan giat dalam menggarap sawah agar hasil
panennya melimpah, dan ikat kepala yang digunakan oleh remaja putra mengandung
pesan bahwa seorang jajaka harus mampu melindungi serta mengayomi keluarga dan
masyarakat.
G. KESIMPULAN
Tradisi ngarot adalah
tradisi yang di laksanakan oleh masyarakat Lelea pada saat menyongsong musim
tanam padi. Tradisi ngarot dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap
hasil panen yang melimpah dan sebagai saranauntuk regenerasi petani, tradisi
ngarot di ikuti putra-putri daerah. Namun, karena berbagai faktor minat serta
nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ngarot itu memudar. Serta para orang
tua tidak menjelaskan atau memberitahu tentang makna sesunguhnyadari tradisi
ngarot.
H.
SARAN
Sebagai penerus
generasi muda kita harus tetap melestarikan budaya ngarot dengan ikut
berpartisipasi dalam acara ngarot, karena kita sebagai generasi muda merupakan
pewaris budaya sehingga budaya ngarot tetap ada dan tidak dimakan oleh
perkembangan zaman agar tradisi ngarot tidak diklaim oleh negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
retna,
indra. 2014. “budaya ngarot”. (online)
http://www.tosupedia.com/2014/11/makna-yang-terkandung-dalam-acara-adat.html(30
desember 2015).
arzety,
susy. 2014. “tradisi ngarot”. (online) http://susyarzettynm.blogspot.co.id/2014/11/asal-usul-tradisi-ngarot.html (30 Desember 2015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar